Header Ads

Prof Raihan : Pemilihan Rektor Oleh Presiden, Bisa Picu Konflik Internal Kampus


Jakarta, TVLINK
Rencana Pemerintah akan menyusun kebijakan dalam proses Pemilihan Rektor Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang melibatkan rekomendasi Presiden, dengan alasan maraknya ideologi radikalisme yang masuk ke kampus-kampus serta untuk memastikan rektor yang menjabat benar-benar menjalankan nilai-nilai Pancasila, ditanggapi serius oleh Sekjen Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah III, DKI Jakarta, Prof. Dr. Ir. Raihan, M.Si

Menurut Prof Raihan, bahwa keinginan pemerintah dalam penentuan Rektor oleh Presiden di Universitas Negeri tersebut sah-sah saja, namun harus dipahami juga bahwa hal tersebut sebelumnya sudah diatur oleh aturan yang juga dibuat oleh Pemerintah itu sendiri, oleh beberapa peraturan, baik peraturan yang langsung terkait dengan pemilihan Rektor maupun yang tidak langsung, misalnya Permenristekdikti nomor 19 tahun 2017. disitu sudah dijelaskan bahwa senat itu boleh menentukan tiga calon dengan prosedur-prosedur yang telah ditentukan, kemudian diajukan kepada Menteri,nanti Menteri yang melihat, menyeleksi berdasarkan hal-hal administratif dan lain sebagainya menjadi pertimbangan, dan menteri punya hak suara 35% sedangkan senat 65%.

Jadi pengajuan tiga calon Rektor yang diajukan oleh perguruan tinggi pada sebuah PTN untuk calon pertama belum tentu jadi, karena tidak otomatis menjadi rekor, karena ada suara yang dari Menteri 35%.

Hal-hal yang berkaitan dengan mungkin adanya berita bahwa akan diatur atau dipilih oleh Presiden, itu menurut saya sah saja, tetapi apakah harus sampai Presiden, karena ini kan ada aturan-aturan ataupun kebebasan-kebebasan diberikan sesuai dengan undang-undang dan peraturan, juga apakah otonomi kampus dan lain sebagainya.

Dan yang harus digarisbawahi, bahwa setiap aturan atau undang-undang harus mengandung filosofis,  bukan prahmatis saja, jadi sehingga dasarnya membuat peraturan itu apa sih ?,sehingga nanti bahwa aturan yang dibuat itu tidak berubah rubah, kalau misalnya nanti sudah ada pengangkatan secara baik di senat, mungkin  menteri tinggal mengesahkan, sehingga Presiden tinggal melihat atau menyetujui serta merekomendasikan saja.

Oleh karena itu menurut saya, adalah wewenang kampus yang mungkin lebih banyak mengetahui, siapa yang berhak, Siapa yang mampu, Siapa yang punya kapasitas, serta siapa yang punya kemampuan untuk memimpin kampusnya, hanya masalahnya kan ada beberapa kampus yang memang tanda kutip tidak menurut apa namanya aturan. Jadi Inilah yang harus diawasi oleh pemerintah, sehingga mana yang betul-betul memilihnya dengan kualifikasi yang baik, itu terseleksi dengan sendirinya, papar Prof Raihan yang juga Rektor Universitas Islam Jakarta.

Pemilihan Rektor Oleh Presiden sebenarnya juga memiliki dampak negative, seperti semangat kampusberkurang, bisa dikatakan semangat untuk karir di kampus dalam memacu kepemimpinan akan berkurang, karena ada intervensi, sebenarnya yang diperlukan adalah pengawasan, dalam hal ini apakah Rektor itu punya kemampuan untuk memimpin atau tidak, kemudian punya nilai-nilai akademisinya dibangun atau tidak, dan kita ketahui bahwa apa yang diungkapkan Menteri Ristek dan Dikti sendiri pernah bilang, bahwa kampus itu independen, jadi tidak ada parpol di situ, yang dikawatirkan nanti justru kalau campur tangan berlebihan, kemungkinan juga persyaratan-persyaratan menjadi Rektor akan berubah, kemungkinan di dalam karir dosen menjadi pimpinan itu menjadi terhambat, 
mungkin nanti kampus lebih banyak bukan dari dalam kampus yang memegang pimpinan, hal tersebut bisa menimbulkan kekecewaan di kampus, bahkan bisa memicu konflik yang terjadi, untuk itulah APTISI berharap Kampus tetap kokoh, tidak ada konflik, dan Kampus adalah dunia Akademisi, tegas Prof Raihan. 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.